LMND dan Petani Lampung Tuntut Stop Impor Tapioka di Hari Tani Nasional
Jakarta, AADToday.com – Peringatan Hari Tani Nasional diwarnai aksi ratusan petani singkong asal Lampung bersama Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) di depan Istana Negara, Jakarta. Massa aksi menuntut pemerintah segera menghentikan impor tapioka dan melaksanakan reforma agraria sejati untuk mengatasi keterpurukan petani.
Menurut LMND, harga singkong terus anjlok akibat tata niaga yang dikuasai segelintir pengusaha besar dan kebijakan impor yang merugikan. Kondisi ini membuat petani semakin sulit bertahan di tengah biaya produksi yang kian tinggi.
"Situasi petani Lampung hari ini adalah potret keterpurukan petani di Indonesia," ujar Wakil Ketua LMND Bidang Dalam Negeri, Redho Balau.
Ia menegaskan bahwa masalah yang dihadapi petani bukan hanya harga singkong yang jatuh.
"Tata niaga dikuasai oligopoli, pungli masih marak di pabrik, dan impor menghancurkan pasar dalam negeri," katanya.
Dalam aksinya, petani membawa sembilan tuntutan. Di antaranya, penghentian impor tapioka, regulasi tata niaga singkong, penetapan harga eceran tertinggi (HET) singkong, penghapusan pungli di pabrik, penetapan ubi kayu sebagai komoditas strategis nasional, serta hilirisasi berbasis BUMN.
LMND menilai problem petani tidak bisa dipandang hanya dari isu pupuk subsidi atau fluktuasi harga pasar. Akar masalah menurut mereka ada pada ketimpangan struktur agraria.
"Selama tanah produktif dikuasai korporasi besar, petani kecil akan tetap dalam posisi lemah," ujar Redho.
Karena itu, LMND mendorong pemerintah menjalankan Land Reform sejati sesuai amanat UUPA No. 5 Tahun 1960. Reforma agraria dinilai penting untuk pemerataan kepemilikan tanah, membatasi monopoli korporasi, dan mendorong industrialisasi pertanian berbasis produksi rakyat.
Redho menambahkan, tanpa reforma agraria, hilirisasi pertanian hanya akan menjadi jargon.
"Kedaulatan pangan hanya bisa terwujud jika petani menjadi aktor utama, bukan sekadar buruh di tanah sendiri," tegasnya.
LMND juga menekankan bahwa Hari Tani Nasional bukan hanya peringatan sejarah, melainkan momentum untuk menuntut pemerintah hadir dengan kebijakan yang berpihak pada petani.
"Petani adalah tulang punggung bangsa. Jika negara abai, maka cita-cita kedaulatan pangan tidak akan pernah tercapai," tutup Redho.
Aksi ini menambah daftar panjang desakan publik agar pemerintah memperkuat tata niaga hasil pertanian dan menekan praktik impor berlebihan. Dengan demikian, kesejahteraan petani diharapkan tidak hanya menjadi slogan, tetapi benar-benar terwujud dalam kebijakan nyata.
