Jawa Pos merupakan surat kabar harian nasional yang berkantor pusat di Surabaya, Jawa Timur, Indonesia. Sebagai salah satu perusahaan media tertua di Jawa Timur yang masih beroperasi hingga kini, Jawa Pos telah berkembang menjadi surat kabar dengan sirkulasi terbesar di Indonesia dengan rata-rata oplah mencapai 842.000 eksemplar per hari berdasarkan data Nielsen Consumer & Media View. Selalu Ada Yang Baru Tipe Surat kabar harian nasional Format Lembar lebar Pemilik Jawa Pos Group Pendiri Suseno Tedjo Penerbit PT Jawa Pos Koran Pemimpin redaksi Eko Priyono Didirikan Sejak 1949 dengan nama "Java Post" Bahasa Indonesia Pusat Graha Pena, Jalan Jenderal A. Yani No. 88, Kelurahan Ketintang, Kecamatan Gayungan, Surabaya, Jawa Timur, Indonesia Sirkulasi surat kabar 842.000 (harian) Surat kabar saudari Radar Surabaya, Radar Jember, Radar Malang, Radar Bali, Radar Bromo, radar Bojonegoro, Radar Mojokerto, Radar Kediri, Radar Lawu, Radar Solo, Radar Madiun, Radar Banyuwangi, Radar Madura, Radar Semarang, Radar Kudus, Radar Jombang, Radar Jogja, Radar Tulungagung, Bali Express Situs web www.jawapos.com
Sejarah Pendirian
Era Awal dan Suseno Tedjo
Gagasan penerbitan Jawa Pos berawal dari inisiatif Suseno Tedjo, yang dikenal dengan nama Tionghoa The Chung Shen. Sebagai pengusaha kelahiran Bangka, The Chung Shen memiliki latar belakang sebagai akuntan di perusahaan New China yang berkantor di Suikerstraat 2 Surabaya. Pengalaman profesionalnya tersebut membentuk kemampuan manajerial yang teliti dan sistematis.
Ketertarikan The Chung Shen terhadap industri persuratkabaran dimulai ketika ia bekerja di salah satu kantor bioskop di Surabaya, dengan tugas menghubungi berbagai surat kabar untuk memastikan pemasangan iklan film tepat waktu. Melalui pekerjaan ini, ia memperoleh pemahaman mendalam tentang dinamika industri media cetak di Surabaya.
Pada masa awal revolusi Indonesia, Surabaya telah memiliki beberapa surat kabar berbahasa Indonesia yang mapan seperti Pewarta Soerabaia dan Trompet Masjarakat. Namun, The Chung Shen mengidentifikasi peluang dalam segmen pembaca berbahasa Mandarin, mengingat populasi Tionghoa yang cukup besar di Surabaya hanya dilayani oleh satu surat kabar berbahasa Mandarin, yaitu Tsing Kwang Daily Press yang terbit pada 11 Januari 1946.
Memanfaatkan celah pasar tersebut, The Chung Shen mendirikan Chinese Daily News (Hua Chiao Hsin Wen) dengan dirinya sebagai direktur dan Chan Ping Hung sebagai pimpinan redaksi. Dalam waktu relatif singkat, surat kabar ini berhasil meraih kesuksesan dan pada tahun 1948 telah menjadi surat kabar berbahasa Tionghoa terbesar di Surabaya yang dibaca oleh seluruh komunitas penutur bahasa tersebut di Jawa Timur.
Berdirinya Java Post
Pada tahun 1951, The Chung Shen mengembangkan usahanya dengan mengajak Goh Tjing Hok, mantan wartawan Sin Min dari Semarang, dan Tan Boen Aan, seorang insinyur lulusan Technische Hoogeschool (kini Institut Teknologi Bandung), untuk mendirikan Java Post. Struktur redaksional baru ini menempatkan Goh sebagai pemimpin redaksi, sementara Tan menjadi wartawan andalan.
Peresmian Java Post dilaksanakan pada 26 Juni 1949 di gedung Kembang Jepun 166 Surabaya, yang sebelumnya merupakan gedung Bank Taiwan. Acara peresmian tersebut dihadiri oleh berbagai tokoh penting, termasuk A.M. van Liere selaku residen Surabaya, R.T. Djoewito sebagai pimpinan sementara Parlemen Jawa Timur, Indrakoesoma sebagai wali kota Surabaya, serta wartawan dari berbagai daerah di Jawa Timur.
Kehadiran Java Post mendapat sambutan positif dari media massa lain di Jawa Timur. De Vrije Pers, salah satu surat kabar Belanda terkemuka di wilayah tersebut, menilai Java Post sebagai aset berharga bagi Jawa Timur dan memprediksi kemampuannya untuk bertahan lama jika mampu mempertahankan kualitas seperti Chinese Daily News.
Ekspansi dan Akuisisi Awal
Prediksi positif tersebut terbukti akurat. Pada 19 Februari 1954, Naamloze Vennotschap Java Post berhasil mengakuisisi seluruh aset De Vrije Pers setelah perusahaan penerbit Belanda tersebut mengalami kesulitan finansial. Proses serah terima resmi dilakukan di gedung De Vrije Pers di Kaliasin 52 dari J.A. Wormser kepada The Chung Shen. Nama De Vrije Pers dipertahankan hingga tahun 1958, kemudian diubah menjadi Indonesian Daily News yang bertahan hingga 1981.
Masa Krisis dan Transisi Kepemilikan
Memasuki dekade 1980-an, upaya The Chung Shen untuk mempertahankan bisnis media menghadapi tantangan serius. Setelah Hua Chiao Hsin Wen ditutup pada tahun 1960-an dan Indonesian Daily News berhenti terbit pada 1981, kondisi Jawa Pos juga mengalami kemunduran drastis dengan oplah hanya mencapai 6.800 eksemplar per hari pada tahun 1982.
Posisi Jawa Pos ketika itu jauh tertinggal dari Surabaya Post yang menjadi surat kabar terdepan di Surabaya. Sirkulasi Jawa Pos hanya mencapai sekitar 10 persen dari tiras Surabaya Post. Anak-anak keluarga The yang menempuh pendidikan di Inggris tidak berminat kembali ke Indonesia untuk melanjutkan usaha keluarga, sementara The Chung Shen dan istrinya Mega Endah The merasa sudah tidak mampu lagi mengelola perusahaan karena faktor usia.
Akuisisi oleh Tempo Group
Menghadapi situasi tersebut, The Chung Shen memutuskan untuk menjual Jawa Pos. Terdapat dua penawar utama yang berminat, yaitu Kompas Group dan Tempo Group. Kompas mundur dari persaingan karena Jakob Oetama memiliki hubungan baik dengan pengelola Surabaya Post, sehingga Tempo Group menjadi pemenang dalam proses akuisisi.
PT Grafiti Pers di bawah kepemilikan Eric Samola kemudian menugaskan Dahlan Iskan, yang sebelumnya menjabat sebagai kepala biro Tempo di Surabaya, untuk memimpin Jawa Pos. Dahlan memulai tugasnya dengan modal awal sebesar 45 juta rupiah dari manajemen Tempo Group, didampingi beberapa karyawan dari biro Tempo Surabaya seperti Slamet Oerip Prihadi, Oemiati, Dharma Dewangga, dan Karni Ilyas.
Komposisi kepemilikan saham pada masa ini terdiri dari PT Grafiti Pers sebesar 40 persen, Eric Samola 20 persen, saham karyawan 20 persen, serta sisanya dikuasai manajemen Tempo yang meliputi Goenawan Mohammad sebagai komisaris utama Jawa Pos, Fikri Jufri, Lukman Setiawan, dan Harjoko Trisnadi masing-masing sebesar 5 persen.
Era Kebangkitan di Bawah Dahlan Iskan
Strategi Pemulihan
Dahlan Iskan berperan sentral dalam membangkitkan Jawa Pos dari kondisi hampir bangkrut. Strategi yang diterapkan meliputi peningkatan aktivitas jurnalistik dengan mendorong wartawan untuk lebih agresif dalam mengejar dan menganalisis berita. Gaya pemberitaan dibuat lebih runut dan sederhana untuk mempermudah pemahaman pembaca.
Salah satu strategi khusus yang diterapkan adalah menargetkan penggemar Persebaya Surabaya melalui program seperti "Tret tet tet!" Hubungan erat antara Jawa Pos dan Persebaya bahkan membuat Dahlan diangkat sebagai Ketua Umum klub sepak bola tersebut. Untuk memperbesar sirkulasi, istri-istri jurnalis direkrut sebagai agen koran, sementara target pasar diperluas secara bertahap dari daerah-daerah di Jawa Timur hingga Jawa Tengah.
Setelah kondisi Jawa Pos mulai stabil, Dahlan berupaya mereposisi surat kabar tersebut sebagai "koran nasional yang terbit dari Surabaya" dengan segmen pembaca yang mirip dengan Kompas. Beberapa wartawan dikirim untuk meliput peristiwa internasional, seperti Revolusi EDSA tahun 1986 di Filipina. Dengan strategi ini, Jawa Pos yang sebelumnya hampir mati dengan oplah 6.000 eksemplar berhasil mencapai 300.000 eksemplar dalam waktu lima tahun.
Pembentukan Jaringan Media
Tidak puas dengan pencapaian Jawa Pos, Dahlan memperluas ekspansi dengan mengakuisisi sejumlah surat kabar lokal di berbagai daerah, seperti Fajar di Makassar dan Riau Pos di Pekanbaru. Surat kabar lokal yang sebelumnya hampir bangkrut tersebut berhasil dihidupkan kembali dengan menerapkan strategi serupa.
Untuk memperkuat infrastruktur produksi, didirikan perusahaan percetakan kertas PT Adiprima Suraprinta pada tahun 1994 dan PT Temprina Media Grafika di Gresik pada 1996. Seluruh unit usaha ini kemudian digabungkan dalam Jawa Pos News Network (JPNN), yang berkembang menjadi salah satu jaringan surat kabar terbesar di Indonesia dengan lebih dari 80 surat kabar, tabloid, dan majalah, serta 40 jaringan percetakan.
Pada tahun 1997, Jawa Pos berpindah kantor dari Jalan Karah Agung 45 ke Gedung Graha Pena di Jalan Ahmad Yani 88 Surabaya, sebuah gedung berlantai 21 yang menjadi landmark baru perusahaan.
Diversifikasi Bisnis
Ekspansi Jawa Pos Group tidak terbatas pada media cetak. Pada tahun 2001, grup ini memasuki industri penyiaran dengan mendirikan stasiun televisi swasta regional JTV di Surabaya. Tahun berikutnya, dibangun pabrik kertas koran kedua dengan kapasitas produksi dua kali lipat dari pabrik pertama, yaitu 450 ton per hari, yang berlokasi di Kabupaten Gresik.
Pada tahun 2002, Jawa Pos Group juga membangun Graha Pena di Jakarta, yang kemudian diikuti dengan pembangunan gedung-gedung Graha Pena di hampir seluruh wilayah Indonesia. Memasuki tahun 2003, grup ini merambah bisnis pembangkit listrik dengan proyek pertama berkapasitas 1 x 25 MW di Kabupaten Gresik dan proyek kedua 2 x 25 MW di Kalimantan Timur.
Diversifikasi terus berlanjut dengan penambahan stasiun televisi Mahkamah Konstitusi Televisi (MKtv) pada 2008 yang berkantor di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, dan pendirian data center Fangbian Iskan Corporindo (FIC) pada 2009 di Gedung Graha Pena Surabaya.
Dinamika Kepemilikan dan Konflik Internal
Struktur Kepemilikan
Relasi antara Dahlan Iskan dan Jawa Pos awalnya bersifat profesional tanpa kepemilikan saham. Dahlan lebih memilih skema bonus dibandingkan pembagian saham langsung kepada karyawan. Namun, keluarga Samola kemudian memberikan sahamnya kepada Dahlan, dimulai dengan 2,4 persen yang kemudian berkembang menjadi 10,2 persen, sementara keluarga Samola memiliki 8,9 persen, PT Grafiti Pers 49,04 persen, dan sisanya dimiliki pemegang saham lain.
Isu Regenerasi dan Konflik
Konflik internal mulai muncul ketika isu regenerasi mengemuka. Dahlan yang awalnya menyatakan karyawan Jawa Pos tidak boleh membawa keluarga ke perusahaan, kemudian melanggar komitmennya sendiri dengan membawa putranya, Azrul Ananda, pada tahun 2000. Azrul memulai karier dengan mengasuh rubrik-rubrik yang lebih segar dan berjiwa muda, serta terlibat dalam sponsorship klub basket dan tur bersepeda tahunan Jawa Pos Cycling.
Gaya kepemimpinan Azrul yang berbeda dengan tradisi jurnalistik lama menimbulkan gesekan dengan redaktur senior. Salah satu konflik terjadi antara pemimpin redaksi Dhimam Abror dengan Azrul mengenai penempatan tulisan, yang berujung pada pengunduran diri Abror dari jabatannya.
Penurunan Kinerja dan Perubahan Kepemilikan
Kinerja Jawa Pos mulai menurun pada awal dekade 2010-an, terutama karena kegagalan dalam mengembangkan platform digital ketika minat masyarakat terhadap media cetak mulai berkurang. Pendapatan surat kabar terus menurun dari 686,56 miliar rupiah pada tahun 2013 menjadi 345,57 miliar rupiah pada 2017.
Tekanan dari pemegang saham grup Tempo, yang dipimpin Goenawan Mohammad, mencapai puncaknya dalam Rapat Umum Pemegang Saham pada Juni dan November 2017. Goenawan Mohammad menginginkan putranya, Hidayat Jati, untuk menggantikan posisi strategis dalam manajemen Jawa Pos. Azrul Ananda mengundurkan diri dari posisi direktur utama pada 14 November 2017, diikuti dengan keluarnya Dahlan Iskan dari seluruh posisinya di Jawa Pos Group pada Juli 2018.
Format Publikasi
Selain edisi cetak konvensional, Jawa Pos juga tersedia dalam format digital yang dikelola oleh PT Jawa Pos Grup Multimedia. Terdapat pula e-paper Jawa Pos yang menyajikan konten surat kabar harian dalam bentuk teks, gambar, dan format koran digital yang dapat diakses melalui platform online.
Pengaruh dan Posisi dalam Industri Media
Jawa Pos memiliki peran penting dalam perkembangan industri pers Indonesia, khususnya dalam era transisi politik dan sosial. Keberhasilan transformasi dari surat kabar lokal yang hampir bangkrut menjadi jaringan media nasional terbesar menunjukkan adaptabilitas dan inovasi dalam industri media Indonesia.
Sebagai surat kabar dengan sirkulasi tertinggi di Indonesia, Jawa Pos telah menetapkan standar dalam hal jangkauan distribusi dan strategi pemasaran media cetak. Model bisnis yang dikembangkan melalui JPNN menjadi rujukan bagi pengembangan jaringan media di Indonesia, dengan penekanan pada sinergi antara media cetak, elektronik, dan bisnis pendukung lainnya.
Kontribusi Jawa Pos dalam industri media Indonesia tidak hanya terbatas pada aspek bisnis, tetapi juga dalam pengembangan sumber daya manusia dan praktik jurnalistik. Banyak jurnalis dan praktisi media yang mengawali atau mengembangkan karier mereka di lingkungan Jawa Pos Group, yang kemudian berkontribusi pada industri media Indonesia secara lebih luas.
Strategi Bisnis dan Konsep Lokalitas
Filosofi bisnis Jawa Pos menekankan pada spesialisasi media berdasarkan karakteristik daerah masing-masing. Pendekatan ini bertolak belakang dengan model sentralisasi yang berpusat di Jakarta atau Jawa yang umumnya diterapkan perusahaan media besar lainnya. Strategi akuisisi yang dilakukan melibatkan pengambilalihan sebagian saham surat kabar lokal dengan tetap mempertahankan pemegang saham lokal yang signifikan.
Sebagai contoh konkret, struktur kepemilikan Riau Pos menunjukkan komposisi Jawa Pos 55%, PT Gading Cempaka Utama sebagai pemegang saham lokal 25%, Eric Samola 6%, dan PT Riau Multikarya yang merupakan perusahaan bentukan karyawan 14%. Model kepemilikan ini mencerminkan pendekatan yang mengutamakan keterlibatan elemen lokal dalam pengelolaan media.
Dinamika Kepemilikan dan Fragmentasi Grup
Perubahan struktur kepemilihan terjadi ketika Dahlan Iskan keluar dari Jawa Pos Group, yang mengakibatkan fenomena yang disebut sebagai "balkanisasi" atau fragmentasi grup media. Sejumlah jaringan media yang sebelumnya berada di bawah payung Jawa Pos Group kemudian memisahkan diri, termasuk Sumatera Ekspres Group yang membawahi 20 surat kabar di Sumatra, Radar Lampung Group dengan 13 media koran, Rakyat Bengkulu Group dengan 14 surat kabar, dan Fajar Indonesia Network di Makassar.
Media-media yang terpisah dari Jawa Pos Group kemudian bergabung dalam Disway Media Network yang mencapai 77 media. Sekitar 50 media bekas Jawa Pos bergabung ke dalam jaringan ini dengan pertimbangan kebutuhan akan figur berpengaruh sebagai pemimpin dan nilai komersial konten yang dapat dipasarkan.
Wilayah Distribusi dan Edisi Regional
Jawa Pos Edisi Surabaya
Edisi Surabaya merupakan pusat distribusi utama yang mencakup Kota Surabaya dan wilayah sekitarnya seperti Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Gresik. Koran ini terbit dalam empat seksi utama yang masing-masing memiliki fokus editorial berbeda.
Seksi utama berisi berita-berita politik, ekonomi, bisnis, regional Jawa Timur, nasional, internasional, dan berbagai rubrik tematik. Seksi Metropolis mengkhususkan diri pada pemberitaan Kota Surabaya dan sekitarnya serta menyajikan rubrik-rubrik yang lebih ringan termasuk rubrik mingguan.
Seksi Sportainment menjadi wadah informasi olahraga dengan penekanan pada sepak bola dan balap seperti Formula 1 dan MotoGP. Bagian ini juga memuat Zetizen sebagai halaman khusus remaja yang mencakup polling harian, Jawa Pos For Her, dan iklan baris yang dikenal dengan nama Iklan Jitu.
Zetizen Indonesia, yang sebelumnya bernama DetEksi, merupakan seksi khusus yang menyajikan konten untuk kalangan remaja meliputi otomotif, gaya hidup, teknologi, hingga anime. Seksi ini terdiri dari tiga halaman yang disisipkan pada bagian Metropolis dan secara aktif menyelenggarakan berbagai acara seperti Developmental Basketball League dan Zetizen Convention. Keunikan seksi ini terletak pada tim redaksi yang seluruhnya terdiri dari mahasiswa, mulai dari reporter, editor, hingga fotografer.
Jaringan Radar di Jawa Timur dan Bali
Konsep "Radar" menjadi ciri khas sistem distribusi Jawa Pos di luar Surabaya. Seksi Radar menggantikan seksi Metropolis dengan konten berita lokal yang lebih intensif sambil tetap mempertahankan sebagian rubrik Metropolis. Setiap Radar memiliki redaksi independen di kotanya masing-masing.
Jaringan Radar mencakup lima belas unit yang tersebar di berbagai wilayah. Radar Banyuwangi melayani Banyuwangi dan Situbondo, Radar Jember mencakup Jember, Lumajang, dan Bondowoso, sementara Radar Bromo beroperasi di Pasuruan dan Probolinggo. Radar Malang melayani Kabupaten dan Kota Malang serta Kota Batu, sedangkan Radar Mojokerto mencakup Mojokerto dan Jombang.
Wilayah lainnya dilayani oleh Radar Lamongan, Radar Surabaya yang mencakup Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik, Radar Kediri untuk Kediri dan Nganjuk, serta Radar Tulungagung yang melayani Tulungagung, Trenggalek, dan Blitar. Radar Bojonegoro mencakup Bojonegoro, Tuban, Lamongan, dan Blora, Radar Lawu melayani Ngawi dan Magetan, Radar Madiun mencakup Madiun, Ponorogo, dan Pacitan, Radar Madura untuk Pulau Madura, dan Radar Bali yang beroperasi di Denpasar.
Edisi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta
Jawa Pos edisi Jawa Tengah dan DIY memiliki karakteristik yang sedikit berbeda meskipun berita utama dan sebagian besar konten tetap sama. Edisi ini dilengkapi dengan rubrik tambahan bersifat lokal seperti rubrik Ekonomi Bisnis Jawa Tengah, namun tidak menyertakan iklan baris yang hanya beredar di Jawa Timur.
Jaringan Radar di wilayah ini meliputi Radar Semarang yang melayani Semarang, Salatiga, Demak, Kendal, Batang, Pekalongan, Wonosobo, Temanggung, dan Magelang. Radar Solo mencakup eks Karesidenan Surakarta termasuk Surakarta, Boyolali, Klaten, Sukoharjo, Karanganyar, Sragen, dan Wonogiri. Radar Kudus melayani Kudus, Pati, Jepara, Grobogan, Rembang, dan Blora, sedangkan Radar Jogja mencakup Provinsi DIY, Purworejo, dan Kebumen.
Sistem manajemen Radar-Radar ini bersifat otonom dengan kewenangan melakukan rekrutmen karyawan dan wartawan secara independen.
Prestasi dan Pengakuan
Jawa Pos telah meraih berbagai penghargaan bergengsi baik di tingkat nasional maupun internasional. Pada tahun 1996, fotografer Jawa Pos Sholihuddin meraih World Press Photo of the Year 1996. Pencapaian ini menunjukkan kualitas jurnalisme visual yang dimiliki koran tersebut.
Dalam dekade 2000-an, Jawa Pos memperoleh Cakram Newspaper sebagai media terprestisius pada tahun 2005. Tahun 2009 ditandai dengan perolehan Indonesia Best Brand Award, diikuti pencapaian sebagai surat kabar pertama yang menerima SUPERBRANDS Award pada 2010. Pada tahun yang sama, Jawa Pos juga meraih Greatest Brand of The Decade dari Marketeers Award.
Pengakuan internasional diperoleh pada Oktober 2011 ketika Jawa Pos dikukuhkan sebagai Newspaper of The Year oleh World Young Reader Prize 2011 di Wina. Penghargaan ini diterima oleh Azrul Ananda selaku Pemimpin Redaksi Jawa Pos. Tahun 2011 juga ditandai dengan perolehan Most Favorite Woman Brand berkat dedikasi tiga halaman penuh untuk konten perempuan yang mencakup kesehatan, fashion, makanan, kecantikan, hubungan, dan parenting.
Konsistensi dalam bidang desain ditunjukkan melalui perolehan Best in Front Page Design in Asia Media Awards dari World Association of Newspapers and News Publishers (WAN IFRA) pada tahun 2012 dan 2013. Tahun 2014, Jawa Pos meraih Best News Photography in Asian Media Awards 2014 melalui karya fotografer Dipta Wahyu.
Roy Morgan Research menganugerahi Jawa Pos sebagai Newspaper of The Year Indonesia 2014 pada Maret 2015 berdasarkan survei nasional yang menunjukkan readership dan loyalitas pembaca terbesar di Indonesia. Prestasi dalam fotografi olahraga diraih pada 2016 melalui Best in Sports Photography in Asian Media Awards 2016 oleh fotografer Wahyudin.
