Surabaya adalah ibu kota Provinsi Jawa Timur, Indonesia, sekaligus kota terbesar di provinsi tersebut dan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Kota ini berfungsi sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, industri, serta pendidikan di wilayah timur Indonesia. Secara geografis, Surabaya terletak di pantai utara bagian timur Pulau Jawa, berhadapan langsung dengan Selat Madura dan Laut Jawa. Kota ini berada sekitar 800 kilometer sebelah timur Jakarta dan 435 kilometer sebelah barat laut Denpasar, Bali.
Dengan luas wilayah mencapai sekitar 335,28 km² dan jumlah penduduk sebanyak 3.000.076 jiwa pada pertengahan tahun 2023, Surabaya menjadi inti kawasan metropolitan Gerbangkertosusila (Gresik–Bangkalan–Mojokerto–Surabaya–Sidoarjo–Lamongan), yang berpenduduk sekitar 10 juta jiwa. Kawasan ini merupakan wilayah metropolitan terbesar kedua di Indonesia setelah Jabodetabek. Aktivitas transportasi dan logistik Surabaya ditunjang oleh Bandar Udara Internasional Juanda di Kabupaten Sidoarjo dan dua pelabuhan utama, yaitu Pelabuhan Tanjung Perak dan Pelabuhan Ujung.
Surabaya dikenal luas dengan julukan Kota Pahlawan, yang diberikan sebagai bentuk penghargaan atas perjuangan rakyatnya dalam Pertempuran 10 November 1945, salah satu pertempuran paling heroik dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Dalam peristiwa tersebut, ribuan pejuang dan warga Surabaya gugur mempertahankan kemerdekaan dari serangan pasukan Sekutu.
Selain dikenal karena perannya dalam perjuangan nasional, Surabaya juga memiliki sejarah panjang sebagai pusat perdagangan dan pelabuhan penting di Nusantara. Pada masa kolonial Hindia Belanda, kota ini menjadi kota terbesar kedua setelah Batavia dan dikenal sejajar dengan pusat niaga besar di Asia seperti Hong Kong dan Shanghai. Hingga kini, Surabaya berperan sebagai salah satu kota pusat pertumbuhan nasional bersama Jakarta, Medan, dan Makassar.
Etimologi dan Asal-usul
Nama Surabaya (dalam bahasa Sanskerta: Śūrabhaya) sering dimaknai secara filosofis sebagai lambang keberanian dalam menghadapi bahaya. Secara mitologis, nama ini dikaitkan dengan legenda pertempuran antara ikan sura (hiu) dan baya (buaya), yang menggambarkan perjuangan antara kekuatan darat dan laut. Menurut sumber lain, nama Surabaya merupakan gabungan dari nama dua tokoh besar masa lampau, yakni Suropati dan Purbaya.
Bukti tertulis tertua mengenai Surabaya terdapat dalam Prasasti Trowulan I berangka tahun 1358 M, yang menyebutkan Surabaya sebagai sebuah desa di tepi Sungai Brantas dan menjadi tempat penyeberangan penting. Surabaya juga disebut dalam karya sastra Kakawin Nagarakretagama karya Empu Prapañca (1365 M) yang menceritakan perjalanan Raja Hayam Wuruk dari Majapahit.
Menurut sejarawan Jerman, Von Faber, Surabaya diperkirakan didirikan sekitar tahun 1275 M oleh Raja Kertanegara dari Singhasari sebagai pemukiman bagi prajurit yang berhasil menumpas pemberontakan Kemuruhan. Versi lain menyebut bahwa Surabaya dahulu dikenal sebagai Ujung Galuh, sebuah pelabuhan penting yang tercatat dalam catatan Tiongkok kuno sebagai Jung-Ya-Lu.
Sejarah Perkembangan
Surabaya ditetapkan memiliki hari jadi pada 31 Mei 1293, bertepatan dengan kemenangan pasukan Majapahit yang dipimpin Raden Wijaya atas pasukan Mongol. Simbol sura dan baya kemudian dimaknai sebagai keberanian menghadapi bahaya besar.
Pada abad ke-15, ajaran Islam mulai berkembang pesat melalui dakwah Sunan Ampel, salah satu anggota Wali Sanga, yang mendirikan masjid dan pesantren di wilayah Ampel. Setelah masa Kesultanan Demak, wilayah ini menjadi target ekspansi Kesultanan Mataram, hingga akhirnya dikuasai oleh VOC Belanda melalui perjanjian dengan Pakubuwono II pada 11 November 1743. Sejak itu, Surabaya berkembang menjadi salah satu kota pelabuhan utama di Hindia Belanda.
Pada masa kolonial, Surabaya memperoleh status kotamadya (gemeente) pada tahun 1905 dan ditetapkan sebagai ibu kota Provinsi Jawa Timur pada tahun 1926. Fasilitas modern seperti Pelabuhan Tanjung Perak dibangun pada 1910, dan wilayah perkotaan mulai meluas ke daerah seperti Darmo, Gubeng, dan Ketabang.
Masa Pendudukan Jepang dan Revolusi
Selama Perang Dunia II, Jepang mengebom Surabaya pada 3 Februari 1942 dan mendudukinya sebulan kemudian. Setelah Jepang menyerah pada tahun 1945, pasukan Inggris mendarat di Surabaya untuk melucuti senjata tentara Jepang. Namun, kesalahpahaman antara pihak Inggris dan Indonesia memicu Pertempuran 10 November 1945, pertempuran besar yang menewaskan ribuan warga dan menjadikan Surabaya simbol perjuangan nasional.
Kematian Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby, komandan pasukan Inggris di Surabaya, menjadi pemicu utama pertempuran tersebut. Inggris kemudian melancarkan serangan besar-besaran selama sepuluh hari, menghancurkan sebagian besar kota. Meski kalah secara militer, semangat perjuangan rakyat Surabaya menjadi tonggak nasionalisme Indonesia yang kemudian diperingati setiap 10 November sebagai Hari Pahlawan.
Era Modern dan Pembangunan
Pasca-kemerdekaan, Surabaya mengalami perkembangan pesat dari kota pelabuhan kolonial menjadi metropolitan modern. Pada dekade 1980-an, pembangunan mulai meluas ke kawasan timur dan barat, didorong oleh pertumbuhan penduduk, industrialisasi, serta urbanisasi yang tinggi.
Kini, Surabaya dikenal sebagai kota metropolitan terencana dengan tata ruang yang relatif baik, pertumbuhan ekonomi stabil, serta kualitas udara yang termasuk terbersih di Indonesia. Surabaya juga menjadi pusat pendidikan tinggi, industri maritim, dan teknologi informasi, sekaligus pintu gerbang utama perdagangan di kawasan timur Indonesia.
Sebagai kota dengan sejarah panjang dan kontribusi besar terhadap perkembangan nasional, Surabaya menempati posisi penting dalam sejarah, budaya, dan ekonomi Indonesia modern. Kota ini tidak hanya menjadi simbol keberanian dan perjuangan, tetapi juga representasi kemajuan urban Indonesia di abad ke-21.