BEVERLY HILLS, AS, AAD Today - Tren konten true crime atau kisah kriminal nyata kini memberikan dampak nyata terhadap sistem peradilan, baik positif maupun negatif, seperti terlihat dalam kasus pembunuhan pasangan Menendez yang kembali mencuat setelah 35 tahun.
Melansir AP News, pada 1989, Jose dan Kitty Menendez tewas ditembak di kediaman mewah mereka di Beverly Hills oleh kedua putra mereka. Lyle (21) dan Erik Menendez (18) divonis penjara seumur hidup setelah semua upaya banding mereka ditolak. Namun kini, setelah lebih dari tiga dekade, keduanya berpeluang mendapatkan kebebasan.
Peluang ini muncul bukan dari proses hukum biasa, melainkan dari dampak konten hiburan. Setelah penayangan dua film dokumenter terbaru dan drama tentang kasus ini, Kejaksaan Los Angeles merekomendasikan peninjauan kembali vonis mereka.
"Popularitas dan menjamurnya konten true crime seperti dokudrama Netflix 'Monsters: The Lyle and Erik Menendez Story' telah membawa perubahan nyata bagi para subjeknya dan masyarakat luas," ujar Adam Banner, pengacara pidana yang menulis kolom tentang budaya pop dan hukum untuk American Bar Association's ABA Journal.
Dalam kasus Menendez bersaudara, keduanya mengaku takut dibunuh orangtua mereka karena mengancam akan membongkar pelecehan seksual yang dilakukan sang ayah terhadap Erik. Namun, dalam persidangan, banyak bukti pelecehan seksual yang tidak diizinkan disampaikan ke juri. Jaksa justru berargumen pembunuhan dilakukan demi warisan.
Maurice Chammah, penulis staf The Marshall Project, mengatakan tren ini mulai meningkat setelah kesuksesan podcast "Serial" pada 2014 yang mengungkap keraguan dalam vonis Adnan Syed. "Podcast ini mengubah lanskap ekonomi dan budaya secara keseluruhan," jelasnya.
Namun, Whitney Phillips, pengajar di University of Oregon, memperingatkan bahwa popularitas genre ini di media sosial menimbulkan komplikasi baru. "Karena mayoritas penonton bukan detektif terlatih atau ahli forensik, sering terjadi kesalahan dalam menuduh tersangka," tegasnya.
Phillips menambahkan bahwa platform media sosial lebih mengutamakan jumlah penonton dan sensasionalisme dibanding etika jurnalistik. "Banyak influencer kini berlomba mendapatkan 'penonton pembunuhan' dengan konten yang informal dan kurang riset," ujarnya.
Meski demikian, Banner mengakui dampak positif tren ini terhadap sistem peradilan. Menurutnya, juri masa kini cenderung lebih kritis terhadap polisi dan jaksa, serta lebih berhati-hati dalam memberikan vonis. Namun ia juga mengkhawatirkan fokus berlebihan pada kasus-kasus kontroversial dapat mengurangi kepercayaan publik terhadap sistem peradilan pidana secara keseluruhan.
"Kita tidak ingin memberikan kesan bahwa keadilan hanya bisa dicapai melalui sorotan media," pungkas Banner.