Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan

Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan

Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (dalam bahasa Jepang: 独立準備調査会, Dokuritsu Junbi Chōsa-kai) adalah sebuah lembaga yang dibentuk oleh pemerintah pendudukan balatentara Jepang di Jawa pada tahun 1945. Lembaga ini memiliki peran historis penting dalam proses perumusan dasar negara dan persiapan kemerdekaan Indonesia.

Sejarah Pembentukan

Pembentukan BPUPK diumumkan oleh Jenderal Kumakichi Harada pada tanggal 1 Maret 1945, namun baru diresmikan pada tanggal 29 April 1945, bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Hirohito. Pembentukan badan ini merupakan bagian dari strategi pemerintah pendudukan Jepang untuk mendapatkan dukungan dari bangsa Indonesia dengan menjanjikan bantuan dalam proses kemerdekaan Indonesia.

Latar belakang pembentukan BPUPK terkait erat dengan kondisi Jepang pada akhir Perang Pasifik. Pada tanggal 7 September 1944, Perdana Menteri Jepang Jenderal Kuniaki Koiso telah mengumumkan bahwa Indonesia akan dimerdekakan kelak, setelah tercapai kemenangan dalam "Perang Asia Timur Raya". Dengan semakin jelas kekalahan Jepang, pembentukan BPUPK merupakan upaya untuk memastikan dukungan rakyat Indonesia terhadap Jepang dalam menghadapi Sekutu.

Ruang Lingkup dan Struktur Organisasi

BPUPK hanya dibentuk untuk wilayah Jawa (termasuk Madura) dan Sumatra, yang berada di bawah komando Angkatan Darat ke-16 dan ke-25 Jepang. Di wilayah Kalimantan dan Indonesia Timur yang dikuasai komando Angkatan Laut Jepang, tidak dibentuk badan serupa. Komando Angkatan Darat ke-25 Jepang yang memiliki wewenang di Sumatra baru mengizinkan pendirian BPUPK untuk Sumatra pada 25 Juli 1945.

Struktur organisasi BPUPK terdiri dari:

  • Ketua: Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat
  • Wakil Ketua: Ichibangase Yoshio (perwakilan Jepang) dan Raden Pandji Soeroso
  • Anggota: 67 orang, terdiri dari 60 orang tokoh pergerakan nasional Indonesia dan 7 orang perwakilan pemerintah pendudukan Jepang yang tidak memiliki hak suara (hadir sebagai pengamat)

 

Selain itu, dibentuk Badan Tata Usaha (sekretariat) yang beranggotakan 60 orang, dipimpin oleh Raden Pandji Soeroso dengan wakil Abdoel Gafar Pringgodigdo dan Masuda Toyohiko.

Penamaan Lembaga

Nama resmi badan ini dalam bahasa Indonesia adalah "Badan untuk Menyelidiki Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan", meskipun lebih umum dikenal sebagai "Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan". Dalam banyak sumber sejarah berbahasa Indonesia, badan ini sering disebut "Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia" (BPUPKI), meskipun nama aslinya tidak mencantumkan kata "Indonesia". Hal ini disebabkan karena badan ini dibentuk oleh komando Angkatan Darat ke-16 Jepang yang hanya memiliki wewenang di Jawa.

Tugas dan Fungsi

BPUPK memiliki tugas untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan aspek politik, ekonomi, tata pemerintahan, dan hal-hal yang diperlukan dalam usaha pembentukan negara Indonesia merdeka. Secara lebih spesifik, tugasnya meliputi:

1. Merumuskan dasar negara Indonesia

2. Membahas bentuk negara Indonesia

3. Merumusan filosofi negara Indonesia merdeka

4. Merancang konstitusi negara

Masa Persidangan

Sidang Pertama (29 Mei - 1 Juni 1945)

Upacara pelantikan dan seremonial pembukaan masa persidangan BPUPK yang pertama diadakan pada tanggal 28 Mei 1945 di gedung Chuo Sangi In (dahulu gedung Volksraad, kini Gedung Pancasila) di Jakarta. Sidang resmi pertama berlangsung selama empat hari, mulai tanggal 29 Mei hingga 1 Juni 1945.

Agenda utama sidang pertama adalah merumuskan dasar negara Indonesia. Tiga tokoh utama pergerakan nasional menyampaikan pidato tentang konsep dasar negara:

1. Tanggal 29 Mei 1945: Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. mengemukakan lima asas dasar negara:

   - Peri Kebangsaan

   - Peri Kemanusiaan

   - Peri Ketuhanan

   - Peri Kerakyatan

   - Kesejahteraan Rakyat

2. Tanggal 31 Mei 1945: Prof. Mr. Dr. Soepomo mengemukakan lima prinsip "Dasar Negara Indonesia Merdeka":

   - Persatuan

   - Kekeluargaan

   - Keseimbangan lahir batin

   - Musyawarah

   - Keadilan Sosial

3. Tanggal 1 Juni 1945: Ir. Soekarno mengemukakan konsep "Pancasila" dengan lima sila:

   - Kebangsaan Indonesia

   - Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan

   - Mufakat atau Demokrasi

   - Kesejahteraan Sosial

   - Ketuhanan Yang Maha Esa

Ir. Soekarno juga menyampaikan bahwa Pancasila dapat diperas menjadi "Trisila" (Sosionasionalisme, Sosiodemokrasi, dan Ketuhanan Yang Berkebudayaan) dan bahkan menjadi "Ekasila" (Gotong-Royong).

Panitia Sembilan

Setelah masa persidangan pertama, dibentuk "Panitia Sembilan" yang diketuai oleh Ir. Soekarno dengan tugas mengolah usul-usul konsep dasar negara. Anggota Panitia Sembilan terdiri dari:

1. Ir. Soekarno (ketua)

2. Drs. Mohammad Hatta (wakil ketua)

3. Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo

4. Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H.

5. Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim

6. Abdoel Kahar Moezakir

7. Raden Abikusno Tjokrosoejoso

8. Haji Agus Salim

9. Mr. Alexander Andries Maramis

Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan menghasilkan rumusan dasar negara yang dikenal sebagai "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter" dengan lima dasar negara:

1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab

3. Persatuan Indonesia

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Sidang Kedua (10-17 Juli 1945)

Masa persidangan kedua BPUPK membahas berbagai aspek penting pembentukan negara, termasuk:

- Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

- Kewarganegaraan Indonesia

- Rancangan Undang-Undang Dasar

- Ekonomi dan keuangan

- Pembelaan negara

- Pendidikan dan pengajaran

Pada persidangan kedua ini, dibentuk beberapa panitia kecil:

1. Panitia Perancang Undang-Undang Dasar (diketuai oleh Ir. Soekarno)

2. Panitia Pembelaan Tanah Air (diketuai oleh Raden Abikusno Tjokrosoejoso)

3. Panitia Ekonomi dan Keuangan (diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta)

Pada tanggal 11 Juli 1945, Panitia Perancang Undang-Undang Dasar membentuk panitia kecil beranggotakan 7 orang yang diketuai oleh Prof. Mr. Dr. Soepomo untuk merancang isi Undang-Undang Dasar.

Pada tanggal 14 Juli 1945, sidang pleno BPUPK menerima laporan dari Panitia Perancang Undang-Undang Dasar yang dibacakan oleh Ir. Soekarno. Laporan tersebut memuat tiga masalah pokok:

1. Pernyataan tentang Indonesia Merdeka

2. Pembukaan Undang-Undang Dasar

3. Batang tubuh Undang-Undang Dasar (yang kemudian menjadi UUD 1945)

Pembubaran

Pada tanggal 7 Agustus 1945, Jepang membubarkan BPUPK dan membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu Junbi Iinkai dengan anggota berjumlah 21 orang, yang mencerminkan perwakilan dari berbagai etnis di wilayah Hindia-Belanda. Komposisi PPKI terdiri dari 12 orang asal Jawa, 3 orang asal Sumatra, 2 orang asal Sulawesi, 1 orang asal Kalimantan, 1 orang asal Sunda Kecil (Nusa Tenggara), 1 orang asal Maluku, dan 1 orang asal etnis Tionghoa.

Signifikansi Historis

BPUPK memiliki peran penting dalam sejarah Indonesia sebagai lembaga yang merumuskan dasar-dasar filosofis dan konstitusional negara Indonesia. Perumusan Pancasila sebagai dasar negara dan penyusunan rancangan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan kontribusi penting BPUPK dalam proses persiapan kemerdekaan Indonesia. Tanggal 1 Juni, ketika Ir. Soekarno menyampaikan pidato tentang Pancasila, kini diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.

Meskipun dibentuk oleh pemerintah pendudukan Jepang, BPUPK telah memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menyusun fondasi negara Indonesia merdeka yang kemudian diwujudkan setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. 

Ikuti AAD Today Online di GoogleNews

Berita Lainnya

Index