The Jakarta Post adalah surat kabar harian berbahasa Inggris di Indonesia yang diterbitkan oleh PT Bina Media Tenggara. Kantor pusatnya berlokasi di The Jakarta Post Building, kawasan Gelora, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Sejarah
The Jakarta Post didirikan pada 25 April 1983 atas inisiatif Menteri Penerangan Ali Moertopo dan politikus Jusuf Wanandi. Pendirian surat kabar ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan terhadap pemberitaan media asing yang dianggap bias terhadap Indonesia. Pada saat itu, terdapat dua surat kabar berbahasa Inggris di Indonesia yaitu Indonesia Times dan Indonesian Observer, namun keduanya dipandang belum mampu memenuhi kebutuhan akan sumber informasi kredibel tentang Indonesia dalam bahasa Inggris.
Untuk memastikan kredibilitas surat kabar baru ini, Moertopo dan Wanandi mengajak empat media nasional terkemuka untuk berkolaborasi: Suara Karya (didukung Golkar), Kompas (milik Katolik), Sinar Harapan (milik Protestan), dan majalah mingguan Tempo. Kerjasama ini diwujudkan melalui pendirian PT Bina Media Tenggara sebagai badan hukum penerbit.
Pembagian kepemilikan saham diatur dengan Kompas memperoleh 25 persen saham dan bertanggung jawab atas operasional bisnis seperti pencetakan, sirkulasi, dan periklanan. Tempo mendapatkan 15 persen saham dengan kontribusi di bidang manajemen, sementara Sinar Harapan juga menerima saham dengan Sabam Siagian ditunjuk sebagai pemimpin redaksi pertama. Menteri Penerangan Harmoko memperoleh 5 persen saham atas perannya dalam membantu perolehan izin penerbitan. Total biaya awal pendirian mencapai Rp500 juta (setara dengan US$700.000 pada masa itu). Muhammad Chudori, mantan wartawan Antara, ditunjuk sebagai manajer umum pertama.
Perkembangan Editorial
Pada 1 Agustus 1991, Susanto Pudjomartono, mantan pemimpin redaksi Tempo, menggantikan Sabam Siagian sebagai pemimpin redaksi setelah Siagian diangkat menjadi Duta Besar Indonesia untuk Australia. Di bawah kepemimpinan Pudjomartono, The Jakarta Post mengalami perubahan signifikan dengan mulai menerbitkan hasil liputan sendiri dan mengurangi porsi terjemahan. Wartawan didorong untuk berperan lebih aktif dalam operasional harian surat kabar. Pada periode ini, The Jakarta Post juga mulai mengambil sikap lebih vokal dalam isu politik dengan mendukung gerakan pro-demokrasi.
Perubahan arah editorial ini mendapat dukungan dari Raymond Toruan, penerbit surat kabar, yang bersama Pudjomartono mengusulkan kepada Jusuf Wanandi agar The Jakarta Post berada di garis depan dalam meliput gerakan pro-demokrasi yang sedang berkembang. Raymond juga berperan dalam membangun kantor baru berlantai dua dengan pendanaan dari dana pensiun Kompas.
Pada tahun 1994, The Jakarta Post menandatangani perjanjian distribusi dengan layanan berita Reuters (Inggris) dan American Dialog Information Services yang memungkinkan berita-beritanya lebih mudah disebarluaskan ke luar negeri. Pada pertengahan 1990-an, surat kabar ini membentuk lokakarya untuk membantu staf baru memahami budaya lokal.
The Jakarta Post berhasil bertahan saat krisis keuangan Asia 1997 yang menyebabkan enam surat kabar berbahasa Inggris lainnya di Indonesia gulung tikar. Pada Desember 1998, The Jakarta Post mencatat sirkulasi sebesar 41.049 eksemplar dan menjadi anggota pendiri Asia News Web.
Era Persaingan dan Transformasi Digital
Pada November 2008, The Jakarta Post mendapat pesaing dari Jakarta Globe yang didirikan oleh konglomerat James Riady. Beberapa wartawan dan editor The Jakarta Post berpindah ke Jakarta Globe. Namun pada Desember 2015, Jakarta Globe menghentikan edisi cetak dan beralih ke format daring, sehingga The Jakarta Post kembali menjadi satu-satunya surat kabar berbahasa Inggris di Indonesia.
Setelah Pudjomartono diangkat menjadi Duta Besar Indonesia untuk Rusia pada November 2003, posisi pemimpin redaksi dijabat secara berurutan oleh Raymond Toruan (2003-2004), Endy Bayuni (2004-2010), dan Meidyatama Suryodiningrat (2010-2016). Suryodiningrat kemudian ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo sebagai direktur utama kantor berita Antara. Endy Bayuni kembali menjadi pemimpin redaksi bersama Nezar Patria, yang bertanggung jawab atas redaksi daring. Pada 1 Februari 2018, Nezar Patria resmi menjadi pemimpin redaksi The Jakarta Post yang telah mengintegrasikan produksi cetak dan daringnya.
The Jakarta Post pernah menerbitkan edisi Minggu (sejak 18 September 1994) dan Bali Daily (diluncurkan 9 April 2012), namun keduanya kini tidak lagi beroperasi. Sejak 2016, surat kabar ini melakukan pembaruan pada situs webnya dengan menambahkan rubrik-rubrik baru seperti Community, Academia, dan laporan panjang (Longform). Pada 2018, The Jakarta Post mulai menerapkan sistem paywall untuk meningkatkan jumlah pelanggan daring.
Pembaca dan Penghargaan
The Jakarta Post ditargetkan untuk pembaca dari kalangan pebisnis Indonesia, warga Indonesia berpendidikan, dan warga negara asing. Pada tahun 1991, sekitar 62 persen pembacanya adalah ekspatriat, namun di bawah kepemimpinan Pudjomartono mulai menargetkan lebih banyak pembaca Indonesia. Hingga tahun 2009, dari total 40.000 pembaca, sekitar separuhnya adalah warga Indonesia kelas menengah.
Pada tahun 2006, Serikat Wartawan Indonesia mengakui The Jakarta Post sebagai salah satu surat kabar Indonesia yang mematuhi etika jurnalisme dan standar profesional, bersama dengan Kompas dan Indo Pos. Surat kabar ini menerima Penghargaan Adam Malik pada Januari 2009 untuk liputan politik luar negerinya yang dinilai akurat dan bermutu, dengan analisis mendalam. Pada tahun berikutnya, tiga reporter The Jakarta Post menerima Adiwarta Award dari Sampoerna untuk kategori fotografi unggulan di bidang budaya, hukum, dan politik. Surat kabar ini kembali menerima Penghargaan Adam Malik pada tahun 2014 atas kontribusinya dalam mendistribusikan informasi mengenai pelaksanaan kebijakan luar negeri Indonesia.
The Jakarta Post dikenal sebagai "harian berbahasa Inggris paling terkemuka di Indonesia" dan merupakan anggota dari Asia News Network, sebuah aliansi media berita terkemuka di Asia.
