Dampak Tarif 100 Persen Trump ke China, Ekonom Nilai Ada Peluang Emas bagi Ekspor Indonesia

Dampak Tarif 100 Persen Trump ke China, Ekonom Nilai Ada Peluang Emas bagi Ekspor Indonesia
Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin
Tarif Trump Untungkan Indonesia di Ekspor

Jakarta – Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin menilai kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang akan memberlakukan tarif impor tambahan sebesar 100 persen terhadap produk asal China justru membuka peluang besar bagi Indonesia untuk memperluas pasar ekspornya.

“Langkah Trump memang menimbulkan ketegangan baru dalam perdagangan global, namun di sisi lain, ini bisa menjadi peluang emas bagi Indonesia untuk memperluas penetrasi produk ke pasar Amerika Serikat,” ujar Wijayanto saat dihubungi di Jakarta, Selasa (14/10/2025).

Menurutnya, kebijakan tarif tambahan yang rencananya mulai diberlakukan pada 1 November 2025 akan membuat barang-barang asal China menjadi lebih mahal di pasar AS. Hal ini otomatis membuka ruang bagi negara-negara lain, termasuk Indonesia, untuk mengisi kekosongan pasokan yang ditinggalkan oleh produk China. 

“Ketika harga produk China melonjak akibat tarif, produsen dari negara lain bisa mengambil posisi strategis, dan Indonesia memiliki potensi kuat di sektor manufaktur dan produk olahan,” tambahnya.

Wijayanto menjelaskan, sektor yang paling berpotensi terdampak positif dari kebijakan ini adalah tekstil, alas kaki, produk elektronik ringan, serta hasil olahan pertanian seperti kopi dan makanan kemasan. 

Selama ini, banyak produk Indonesia yang kalah bersaing dengan barang dari China karena harga yang jauh lebih murah. Dengan adanya tarif 100 persen, kata dia, produk Indonesia bisa tampil lebih kompetitif.

Meski begitu, ia mengingatkan bahwa peluang tersebut hanya bisa dimanfaatkan jika pemerintah dan pelaku usaha bergerak cepat. 

“Pemerintah harus segera mengidentifikasi produk-produk unggulan yang bisa masuk ke pasar Amerika, lalu memperkuat kerja sama dengan pelaku logistik dan eksportir agar transisi pasokan berjalan lancar,” jelasnya.

Selain itu, Wijayanto mengingatkan risiko lain dari kebijakan ini, yakni kemungkinan membanjirnya produk murah asal China ke pasar domestik Indonesia. Karena kesulitan menembus pasar AS, produsen China bisa mengalihkan barangnya ke negara-negara Asia Tenggara. 

“Kalau tidak diantisipasi, produk China yang lebih murah bisa membanjiri pasar kita, menekan industri lokal, dan memicu defisit neraca perdagangan,” tegasnya.

Dari sisi global, kebijakan tarif tinggi ini berpotensi menimbulkan ketegangan baru dalam rantai pasok dunia, terutama karena China merupakan pemasok utama komponen manufaktur global. Namun, Wijayanto menilai Indonesia memiliki keunggulan relatif dalam menghadapi kondisi ini. 

“Selama kita bisa menjaga stabilitas ekonomi, memperkuat industri substitusi impor, dan meningkatkan efisiensi ekspor, justru kita bisa mengambil keuntungan dari perang dagang dua raksasa ekonomi dunia ini,” katanya.

Ia menambahkan bahwa langkah diplomasi ekonomi yang telah dijalankan pemerintah di bawah Presiden Prabowo Subianto menjadi fondasi penting untuk memanfaatkan momentum tersebut. “

Pemerintah sudah aktif membuka akses perdagangan baru lewat berbagai perjanjian dagang seperti CEPA dan FTA. Ini saatnya Indonesia menunjukkan kapasitas ekspor yang lebih mandiri dan berdaya saing,” pungkas Wijayanto.

 

Ikuti AAD Today Online di GoogleNews

#Pejabat

Index

Berita Lainnya

Index