Perdagangan Indonesia tumbuh stabil dengan ekspor naik, surplus meningkat, dan konsumsi masyarakat makin kuat.
Memasuki tahun pertama kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, kinerja perdagangan Indonesia menunjukkan tren yang stabil dan positif. Di tengah ketidakpastian ekonomi global serta fluktuasi harga komoditas dunia, pemerintah berhasil menjaga momentum ekspor sekaligus memperkuat pasar domestik.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai ekspor Indonesia pada Januari--Agustus 2025 mencapai US$185,13 miliar, tumbuh 7,72% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Ekspor nonmigas mencatat kinerja lebih baik, naik 9,15% menjadi US$176,09 miliar.
Sementara itu, surplus neraca perdagangan mencapai US$29,14 miliar, meningkat signifikan sebesar 53,31% dibandingkan tahun 2024 yang tercatat US$19,01 miliar.
Dosen STISIPOL Raja Haji, Suherry, S.Sos., M.Si., menilai capaian ini sebagai hasil nyata dari kebijakan perdagangan nasional yang semakin matang.
"Pendekatan diplomasi ekonomi yang dilakukan pemerintah semakin matang. Kita melihat keseimbangan antara proteksi industri dalam negeri dan keterbukaan pasar luar negeri. Ini menandakan kebijakan perdagangan tidak lagi reaktif, tetapi strategis dan berorientasi jangka panjang," ujar Suherry di Kota Kijang, Kabupaten Bintan Timur, Sabtu (19/10).
Dari sisi perlindungan konsumen, Ketua Lembaga Perlindungan Konsumen (LPK) Kepri, Rian Hidayat, S.H., menilai pengawasan pemerintah terhadap sektor perdagangan semakin efektif.
"Pengawasan distribusi dan kepatuhan hukum dalam perdagangan mulai terlihat hasilnya. Ketika rantai logistik terlindungi dari praktik curang dan penyimpangan, kepercayaan konsumen meningkat. Hal ini otomatis memperkuat ekosistem perdagangan nasional," ungkapnya.
Senada dengan itu, Ketua Forum Komunikasi Rakyat Indonesia (FORKORINDO), Vincentius Solo, mengungkapkan bahwa meningkatnya daya beli masyarakat turut memperkuat aktivitas perdagangan dalam negeri.
"Ada tren positif di masyarakat. Daya beli mulai pulih, dan pasar domestik kembali hidup. Dampak perdagangan tidak hanya pada angka ekspor, tapi juga pada perputaran ekonomi rakyat yang semakin aktif," katanya.
Sementara dari kalangan mahasiswa, Ketua PMII Tanjungpinang--Bintan, Ucok Fatumonah HRP, menilai kebijakan perdagangan pemerintah memberi ruang besar bagi UMKM untuk berkembang.
"Pemerintah saat ini memberi ruang lebih luas bagi pelaku usaha kecil dalam rantai perdagangan dalam negeri. Sementara itu, kebijakan ekspor diarahkan untuk menciptakan keseimbangan agar Indonesia tidak hanya jadi pasar, tapi juga pemain dalam perdagangan global," tegasnya.
Selain menjaga stabilitas ekspor, pemerintahan Kabinet Merah Putih juga aktif memperluas akses pasar luar negeri. Hingga saat ini, Indonesia telah menandatangani tiga perjanjian dagang strategis atau Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), yaitu Indonesia--European Union CEPA (IEU-CEPA), Indonesia--Canada CEPA (ICA-CEPA), dan Indonesia--Peru CEPA (IP-CEPA).
Langkah-langkah tersebut menjadi bukti bahwa Indonesia semakin menguatkan posisinya dalam perdagangan global, sekaligus memastikan manfaat ekonomi dapat dirasakan oleh pelaku usaha nasional dan masyarakat luas.
