Sihir Pelakor: Ketika Teror Supranatural Bertemu Drama Rumah Tangga yang Menghancurkan

Sihir Pelakor: Ketika Teror Supranatural Bertemu Drama Rumah Tangga yang Menghancurkan
Foto tangkapan layar poster film Sihir Pelakor. (credit: Instagram/@sihirpelakorfilm)

 

Film horor Indonesia Sihir Pelakor yang disutradarai Bobby Prasetyo dan diproduksi Kharisma Starvision Plus resmi tayang di bioskop pada 31 Juli 2025. Dibintangi ensemble cast berkualitas seperti Neona Ayu, Marcella Zalianty, Fathir Muchtar, Asmara Abigail, Jared Ali, dan Hana Malasan, film ini mengangkat kisah nyata yang sempat viral melalui podcast RJL 5 di YouTube menjadi sebuah pengalaman sinematik yang memadukan elemen horor supranatural dengan drama keluarga yang intens.

Sebagai kritikus yang telah menyaksikan berbagai produksi horor lokal, penulis harus mengakui bahwa Sihir Pelakor hadir dengan pendekatan yang relatif berbeda dari formula horor Indonesia pada umumnya. Film ini tidak sekadar mengandalkan jumpscare atau penampakan hantu semata, melainkan membangun ketegangan melalui konflik emosional yang mendalam dan trauma psikologis yang dialami keluarga korban.

 

Konstruksi Naratif yang Kompleks namun Berbelit

Cerita berpusat pada keluarga Jumiati (Marcella Zalianty) yang mengalami teror berkelanjutan setelah suaminya Edi (Fathir Muchtar) jatuh ke dalam pengaruh sihir Sabdo Pandito yang dilancarkan Rini (Asmara Abigail), seorang perempuan yang memanfaatkan ilmu hitam untuk merebut suami orang. Vita (Neona Ayu), anak perempuan dalam keluarga tersebut, menjadi saksi mata kehancuran rumah tangganya dan berjuang mempertahankan keluarga dari perpecahan total.

Bobby Prasetyo sebagai sutradara berhasil menciptakan atmosfer yang mencekam tanpa harus bergantung pada efek visual yang berlebihan. Penggunaan ilmu Sabdo Pandito sebagai elemen supernatural memberikan dimensi mistis yang khas Indonesia, mengingat praktik serupa memang pernah digunakan pada masa penjajahan untuk mengalahkan musuh. Namun dalam konteks film ini, sihir tersebut disalahgunakan untuk kepentingan pribadi yang destruktif.

Alur cerita yang dibangun screenwriter Upi sebenarnya cukup linear, namun beberapa bagian terasa berbelit-belit dan tidak terfokus pada satu tema sentral. Hal ini menciptakan kesan bahwa film berusaha menggabungkan terlalu banyak elemen dalam satu narasi, mulai dari drama perselingkuhan, teror supranatural, hingga pesan moral religius. Meskipun demikian, pacing keseluruhan film tetap terjaga dengan baik tanpa terasa berlarut-larut.

 

Performa Akting yang Memukau

Salah satu kekuatan utama Sihir Pelakor terletak pada kualitas akting para pemainnya. Asmara Abigail tampil luar biasa sebagai Rini, karakter antagonis yang berhasil menciptakan aura mengancam sekaligus memikat. Gestur tubuhnya yang halus namun penuh manipulasi, ekspresi wajah yang menipu, dan cara ia menyampaikan dialog dengan intonasi yang seolah polos namun sarat maksud terselubung menunjukkan kemampuan aktingnya yang matang.

Marcella Zalianty sebagai Jumiati memberikan penampilan yang sangat menyentuh sebagai seorang istri yang terpuruk secara emosional. Ia berhasil menggambarkan keputusasaan, kemarahan, dan ketidakberdayaan seorang perempuan yang kehilangan suami karena ulah perempuan lain. Setiap adegan yang melibatkan karakternya terasa otentik dan mampu membangkitkan empati penonton.

Neona Ayu sebagai Vita, meski masih relatif muda, menunjukkan kemampuan akting yang menjanjikan. Karakternya sebagai murid SMP yang dipaksa dewasa sebelum waktunya karena konflik keluarga disampaikan dengan natural dan meyakinkan. Perjuangannya untuk mempertahankan keluarga menjadi tulang punggung emosional film ini.

Fathir Muchtar dalam peran Edi berhasil menciptakan karakter yang ambigu dan kompleks. Sebagai seorang ayah yang terjerat sihir, ia harus menampilkan transformasi dari sosok kepala keluarga yang bertanggung jawab menjadi pribadi yang arogan dan destruktif. Transisi karakternya terasa meyakinkan dan menunjukkan range akting yang luas.

 

Aspek Teknis dan Sinematografi

Dari segi teknis, Sihir Pelakor menampilkan sinematografi yang solid dengan komposisi visual yang mendukung atmosfer kelam dan mencekam. Penggunaan pencahayaan yang redup dan palet warna yang dominan gelap berhasil menciptakan mood yang sesuai dengan tema cerita. Namun, beberapa efek visual, terutama penggambaran sosok jin dan teror bola api, terkesan kurang realistis dan mengganggu imersivitas penonton.

Music scoring dalam film ini patut diapresiasi karena tidak menggunakan volume yang berlebihan seperti kebanyakan film horor lokal lainnya. Komposisi musik latar berhasil memperkuat emosi tanpa terkesan memaksa atau manipulatif. Momen-momen tegang dibangun melalui build-up yang natural, meskipun beberapa sound effect kemunculan sosok supernatural masih terlalu keras dan mengandalkan shock value.

 

Representasi Budaya dan Nilai Religius

Sihir Pelakor berhasil menghadirkan representasi budaya Indonesia yang autentik melalui penggambaran praktik ilmu hitam Sabdo Pandito. Film ini tidak hanya menampilkan aspek supernatural semata, namun juga memberikan konteks historis dan sosial mengenai penggunaan ilmu tersebut. Hal ini menambah kredibilitas cerita dan memberikan edukasi kepada penonton mengenai kepercayaan mistis yang masih eksis di masyarakat.

Unsur religius Islam yang diintegrasikan dalam penyelesaian konflik menunjukkan pendekatan yang cukup seimbang. Kehadiran tokoh ustaz sebagai penyelesai masalah memang terkesan klise, namun tetap relevan dengan konteks sosial masyarakat Indonesia yang religius. Pesan moral mengenai pentingnya keikhlasan dan pertolongan Allah sebagai solusi tertinggi disampaikan dengan cara yang tidak menggurui.

 

Kritik Konstruktif dan Kelemahan Naratif

Meskipun memiliki berbagai kelebihan, Sihir Pelakor tidak lepas dari beberapa kelemahan yang cukup mencolok. Struktur naratif yang berbelit-belit di beberapa bagian membuat fokus cerita menjadi kabur. Film ini seolah tidak yakin apakah ingin menjadi drama keluarga yang murni atau film horor dengan elemen supernatural yang dominan.

Pengembangan beberapa subplot juga terasa kurang optimal. Konflik antara Vita dengan teman-temannya di sekolah, misalnya, disinggung namun tidak dikembangkan lebih lanjut. Begitu pula dengan latar belakang karakter Rini yang bisa digali lebih dalam untuk memberikan motivasi yang lebih kuat pada karakternya.

Durasi film yang mencapai lebih dari 100 menit terasa sedikit berlebihan, terutama pada bagian akhir yang terkesan diperpanjang tanpa alasan naratif yang kuat. Beberapa adegan bisa dipangkas untuk memperkuat pacing keseluruhan film.

 

Komparasi dengan Produksi Horor Lokal Lainnya

Dalam konteks perfilman horor Indonesia kontemporer, Sihir Pelakor menempati posisi yang cukup baik dibandingkan dengan produksi-produksi sejenis. Film ini berhasil menghindari jebakan eksploitasi berlebihan yang sering menjadi ciri khas horor lokal. Pendekatan yang lebih mature dalam mengolah konflik emosional menjadikannya berbeda dari formula mainstream yang biasanya mengandalkan jumpscare dan penampakan hantu semata.

Perbandingan dengan film-film horor Starvision sebelumnya seperti Petaka Gunung Gede menunjukkan adanya peningkatan kualitas, terutama dari segi akting dan pengembangan karakter. Meskipun demikian, film ini masih memiliki ruang untuk berkembang dalam hal inovasi naratif dan eksplorasi tema yang lebih mendalam.

 

Dampak Sosial dan Relevansi Kontemporer

Sihir Pelakor hadir di tengah maraknya kasus perselingkuhan dan perceraian yang menjadi isu sosial kontemporer. Film ini memberikan perspektif yang menarik mengenai dampak destruktif perselingkuhan terhadap institusi keluarga, khususnya dampak psikologis pada anak-anak yang menjadi korban.

Penggambaran karakter pelakor dalam film ini cukup stereotipikal namun efektif dalam menyampaikan pesan moral. Asmara Abigail berhasil menciptakan sosok antagonis yang tidak hitam-putih, melainkan memiliki kompleksitas karakter yang membuatnya terasa lebih manusiawi meskipun tetap dibenci penonton.

 

Aspek Komersial dan Target Audience

Dari perspektif komersial, Sihir Pelakor memiliki potensi yang cukup baik untuk menarik audience Indonesia. Tema perselingkuhan yang universal, ditambah dengan elemen horor yang tidak terlalu intens, membuatnya accessible untuk berbagai kalangan penonton. Film ini cocok untuk audience yang menyukai drama keluarga dengan bumbu supernatural, namun tidak menginginkan tingkat kengerian yang berlebihan.

Strategi pemasaran yang mengedepankan aspek "berdasarkan kisah nyata" juga cukup efektif dalam menarik curiosity penonton Indonesia yang umumnya tertarik dengan cerita-cerita mistis yang diklaim benar-benar terjadi.

 

Pesan Moral dan Nilai Edukatif

Pesan utama yang ingin disampaikan Sihir Pelakor cukup jelas dan relevan dengan kondisi sosial masyarakat Indonesia. Film ini menekankan pentingnya kesetiaan dalam pernikahan, dampak negatif perselingkuhan terhadap keluarga, dan perjuangan seorang anak dalam mempertahankan keutuhan keluarga.

Selain itu, film ini juga memberikan peringatan mengenai bahaya penyalahgunaan ilmu hitam atau praktik-praktik mistis untuk tujuan yang destruktif. Meskipun dikemas dalam bentuk entertainment, pesan-pesan tersebut disampaikan dengan cara yang tidak menggurui dan tetap menghibur.

 

Prospek dan Rekomendasi

Sihir Pelakor dapat direkomendasikan untuk penonton yang menyukai film horor dengan pendekatan yang lebih mature dan tidak terlalu bergantung pada shock value. Film ini lebih cocok untuk audience yang menginginkan pengalaman menonton yang melibatkan aspek emosional dan psikologis, bukan sekadar hiburan superficial.

Meskipun memiliki beberapa kelemahan dalam hal struktur naratif dan efek visual, kualitas akting yang solid dan tema yang relevan menjadikan film ini layak untuk ditonton. Bagi penggemar drama keluarga dengan sentuhan supernatural, Sihir Pelakor menawarkan pengalaman yang cukup memuaskan.

Film ini juga dapat menjadi referensi bagi pembuat film horor lokal lainnya dalam hal pengembangan karakter dan integrasi elemen budaya lokal yang autentik. Pendekatan yang tidak eksploitatif terhadap elemen supernatural menunjukkan kedewasaan dalam berkarya yang patut diapresiasi.

 

Kesimpulan Akhir

Sihir Pelakor merupakan produksi horor Indonesia yang cukup solid dengan berbagai kelebihan dan kekurangan yang wajar untuk sebuah film genre ini. Kekuatan utamanya terletak pada kualitas akting ensemble cast, terutama penampilan memukau Asmara Abigail dan Marcella Zalianty yang berhasil menciptakan chemistry antagonis-protagonis yang meyakinkan.

Dari segi naratif, film ini berhasil mengangkat tema yang relevan dan universal meskipun eksekusinya masih memiliki ruang untuk perbaikan. Integrasi elemen budaya lokal dan nilai religius menunjukkan kematangan dalam mengolah konten yang tidak hanya menghibur namun juga edukatif.

Secara keseluruhan, Sihir Pelakor dapat dinilai sebagai kontribusi positif bagi perfilman horor Indonesia dengan rating 7 dari 10. Film ini menunjukkan potensi industri film lokal untuk menghasilkan karya yang berkualitas tanpa harus mengorbankan nilai-nilai budaya dan moral yang dijunjung masyarakat Indonesia.

Rekomendasi untuk Bobby Prasetyo dan tim produksi untuk proyek selanjutnya adalah lebih memfokuskan struktur naratif dan mengoptimalkan penggunaan teknologi dalam menciptakan efek visual yang lebih meyakinkan. Dengan perbaikan-perbaikan tersebut, produksi selanjutnya berpotensi mencapai standar internasional yang lebih kompetitif. 

Ikuti AAD Today Online di GoogleNews

Berita Lainnya

Index