Review Film: Jalan Pulang Gagal Bangkitkan Teror Baru Meski Bintang dan Hype Besar Mengiringi

Review Film: Jalan Pulang Gagal Bangkitkan Teror Baru Meski Bintang dan Hype Besar Mengiringi
Foto: Instagram/@filmjalanpulang_official

SURABAYA, 18 Juni 2025 Film horor terbaru produksi Leo Pictures bertajuk Jalan Pulang akan mulai tayang di bioskop Indonesia pada 19 Juni 2025. Disutradarai oleh Jeropoint dan dibintangi Luna Maya, Taskya Namya, serta Shareefa Daanish, film ini mencoba mengguncang genre horor nasional. Namun alih-alih menyuguhkan teror baru yang mencekam, film ini justru tenggelam dalam narasi klise dan horor formulaik yang minim kejutan, menyisakan rasa kecewa bagi pencinta horor sejati.

 

Cerita Jalan Pulang berfokus pada Lastini (Luna Maya) yang berjuang menyelamatkan anaknya, Arum (Saskia Chadwick), dari penyakit misterius yang diyakini bersumber dari kekuatan gaib. Dibantu oleh kedua anak lainnya, Lia (Taskya Namya) dan Rama (Raffan Al Aryan), Lastini menjelajahi dunia mistik dan perdukunan. Sayangnya, konflik utama yang ditawarkan tak lebih dari remah-remah cerita horor lama yang dicampur unsur sentimental keluarga. Gimmick tahun kabisat yang digunakan sebagai batas waktu penyelamatan Arum pun terasa dipaksakan dan tidak berdampak signifikan terhadap eskalasi ketegangan.

 

Jeropoint, yang dikenal lewat thread horor di media sosial X, tampaknya belum berhasil mentransfer keahlian naratifnya ke layar lebar. Ketegangan yang seharusnya menjadi roh film horor malah hanya dibangun lewat efek suara mendadak dan visual muram yang sudah terlalu sering digunakan. Tidak ada inovasi visual, tidak ada atmosfer menakutkan yang membekas setelah film usai. Malahan, nuansa menyeramkan terasa hanya sebagai dekorasi tanpa kedalaman psikologis.

 

Penampilan Luna Maya dan Shareefa Daanish, dua ikon film horor Indonesia, sayangnya tidak cukup menyelamatkan narasi yang goyah. Meski akting mereka profesional, pengembangan karakter yang datar dan dialog yang dipenuhi eksposisi membuat performa mereka tidak berdampak maksimal. Taskya Namya bahkan terlihat seperti karakter tempelan yang hanya hadir untuk memperpanjang durasi.

 

Dalam konferensi pers, Jeropoint menyatakan ingin mengangkat horor yang “relatable dan emosional.” Namun alih-alih menghasilkan pengalaman emosional yang menghantui, film ini justru jatuh ke dalam melodrama murahan yang gagal mencengkeram emosi penonton. Tidak ada kritik sosial tajam, tidak ada pesan simbolik yang kuat yang tersisa hanyalah parade klise tentang dukun, anak kerasukan, dan keluarga yang harus ‘bersatu melawan setan.’

 

Secara teknis, sinematografi dalam Jalan Pulang tidak menawarkan sesuatu yang baru. Gloomy tone yang digunakan malah memperkeruh suasana, bukan membangun atmosfer. Editing pun terasa tergesa, sehingga transisi antaradegan sering kali membingungkan. Soundtrack? Hampir tidak ada yang memorable. Bahkan scoring-nya sering kali terlalu mendikte, alih-alih memperkuat.

 

Singkatnya, Jalan Pulang adalah contoh sempurna dari film horor yang menjual nama besar tanpa memperhatikan kualitas penceritaan. Film ini gagal memanfaatkan potensi dari tema keluarga dan horor spiritual yang sebenarnya kaya akan kemungkinan. Dengan hype sebesar itu dan jajaran cast sekelas Luna Maya dan Shareefa Daanish, film ini semestinya bisa lebih baik. Tapi pada akhirnya, Jalan Pulang lebih mirip jalan buntu—tanpa arah, tanpa tujuan, dan tanpa jejak rasa takut yang berarti. 

Ikuti AAD Today Online di GoogleNews

Berita Lainnya

Index